Kamis, 25 Agustus 2011

Teori Belajar Behaviouristik

1) Pengertian Teori Belajar Behaviouristik
 
        Teori Belajar Behaviouristik merupakan suatu perubahan pola perilaku yang terjadi pada manusia sebagai hasil dari pengalaman. Dalam teori behaviouristik manusia dikatakan mengalami suatu proses belajar apabila dia mengalami perubahan perilaku dari hasil model S-R pada teori behavioouristik. Dalam hal ini kaitan antara teori behaviouristik dengan psikologi pendidikan adalah bagaimana stimulus yang diciptakan pendidik dan bagaimana respon dari anak didik. Oleh karena itu sangatlah penting sebuah pengkondisian pembelajaran yang diciptakan pendidik bagi anak didik untuk mendapatkan ajaran.
         Teori belajar behaviouristik pertama kali dikemukakan oleh Gage dan Barliner. Pada proses belajar di dunia pendidikan kadang-kadang banyak pendidik yang kurang memperhatikan bagaimana respon anak didik terhadap proses pengajaran yang dilakukan. Padahal dalam proses belajar-mengajar suatu kondisi yang kondusif juga diperlukan bagi anak didik. Oleh karenanya sangat penting bagi para pendidik untuk mengetahui pengetahuan psikologis anak didiknya. Selain itu ada hal yang penting berkaitan dengan proses pengajaran yang diberikan, yaitu reinforcement yang diberikan. Para pengajar harus lebih mengetahui kapan harus memberikan reinforcement positive dan kapan harus memberikan reinforcement negative pada
anak didik. Hal ini dilakukan karena dalam pandangan teori behaviouristik sebuah reinforcement akan sangat cukup berpengaruh di dalam pengalaman yang menentukan bagaimana dia berperilaku dalam proses belajarnya.
 

2) Tokoh-Tokoh Dalam Teori Belajar Behaviouristik
 
a) Teori Belajar Koneksionisme Thorndike 
              Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme. Dalam teorinya ini Thorndike mendefinisikan sesuatu yang menjadi dasar proses belajar adalah adanya sebuah asosiasi dari kesan indera(sense impresion) dengan impuls untuk bertindak(impulse to action).
           Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni hukum efek, hukum latihan dan hukum kesiapan. Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon. Hukum efek adalah hukum yang menyatakan bahwa apabila koneksi yang dilakukan mengalami kepuasan maka
akan bertambah, akan tetapi apabila hubungan itu tidak memuaskan akan mengalami pengurangan terhadap respon yang telah dilakukan. Hukum yang kedua adalah hukum latihan. Hukum latihan menerangkan bahwa koneksi-koneksi akan bertambah ataupun berkurang ditentukan dalma proses latihan apakah berhenti atau dilanjutkan, dan proses penggunaan dihentikan atau dilanjutkan. Sedangkan hukum Kesiapan adalah bagaimana seseorang berada dalam suatu kesiapan ataupun ketidaksiapan dalam proses belajar.

b) Teori Belajar Menurut Watson
     Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahanperubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat
diamati dan diukur. Oleh karena Watson lebih memandang bahwa stimulus dan respon yang
terjadi harus dapat dilihat dan di amati dalam hal ini dapat dilakukan observasi. Sehingga watson melakukan penolakan terhadap metode introsfektif, karena dianggapnya tidak ilmiah.

c) Teori Belajar Menurut Clark Hull
     Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon
yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

d) Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
     Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak.

e) Teori Belajar Menurut Skinner
     Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang
kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon
yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku . Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta
memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap
alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

3) Aplikasi Teori Behaviouristik Dalam Pembelajaran
     Aplikasi teori behaviouristik dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Jadi dalam teori ini dijelaskan bahwa pembelajar merupakan objek yang pasif dalam proses belajar. Hal inilah yang menjadi kelemahan dari teori behaviouristik ini dalam proses belajar. Pembelajar dituntut untuk memiliki pengetahuan yang sama seperti apa yang diajarkan pengajar. Hal ini menyebabkan pembelajar tidak dapat mengembangkan potensi dirinya.
     Akan tetapi teori ini masih memiliki manfaat, yaitu pembentukan kedisplinan pada pembelajar. Ilmu pengetahuan yang diberikan pengajar yang sudah terstruktur mengharuskan pembelajar menyesuaikan dengan aturan-aturan yang telah terstruktur tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar