Jumat, 26 Agustus 2011

Mengenal Tipe-Tipe Kepribadian Manusia (Bagian 1)

Tipe Perfeksionis


Pada kesempatan kali saya mencoba mengangkat salah satu tipe kepribadian pada manusia, yaitu tipe kepribadian perfeksionis. Orang dengan kepribadian perfeksionis memiliki motivasi untuk hidup secara teratur dan baik dengan cara mencoba mengatur dan merubah diri sendiri dan orang lain. Seperti yang kita ketahui bahwa didalam setiap kepribadian manusia tidak ada yang sempurna. Semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Begitu juga halnya dengan tipe kepribadian perfeksionis ini. Berikut dibawah ini merupakan kelemahan dan kelebihan yang paling mencolok dari tipe kepribadian perfeksionis ini :

ð  Kelebihan : patuh pada etika, disiplin, teratur, adil, bijaksana, jujur, serta produktif.
ð  Kekurangan : suka mengkritik orang lain, kaku, gelisah, iri, terlalu serius.

Orang yang memiliki tipe 1 ini menjadikan setiap hal yang diinginkannya dengan kata “HARUS”. Setiap hal yang dilakukan orang dengan kepribadian tipe perfeksionis ini selalu menuntut kata sempurna. Mereka akan merasa bersalah dan menghakimi diri sendiri jika tidak banyak melakukan kontribusi dalam melakukan sesuatu. Namun disamping itu mereka dalam bekerja sangat baik, hal ini dikarenakan rasa tanggung jawab yang tinggi untuk memgang etika yang berlaku.
Orang dengan tipe kepribadian perfeksionis memiliki tuntutan yang tinggi. Sehingga tidak salah jika mereka memiliki rasa kepercayaan yang kurang terhadap orang lain untuk membantunya bekerja. Karena ia merasa orang lain tidak mampu bekerja sebaik dirinya. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan mereka lebih sering gelisah dan cemas. Kegelisahan dan kecemasan ini yang kemudian memperlihatkan mereka dalam keadaan tidak bisa rileks.
Akan tetapi sangat berbangga juga untuk orang yang memiliki tipe perpeksionis. Mereka mampu menyelesaikan berbagai macam hal. Selain itu mereka bertanggung jawab dan berdedikasi dengan pekerjaan yang diberikan dengan mereka. Memiliki etika tinggi, serta ingin selalu menjadi terbaik dan mampu mengangkat orang lain untuk bisa jadi lebih baik.
»»  READMORE...

Kamis, 25 Agustus 2011

Teori Belajar Behaviouristik

1) Pengertian Teori Belajar Behaviouristik
 
        Teori Belajar Behaviouristik merupakan suatu perubahan pola perilaku yang terjadi pada manusia sebagai hasil dari pengalaman. Dalam teori behaviouristik manusia dikatakan mengalami suatu proses belajar apabila dia mengalami perubahan perilaku dari hasil model S-R pada teori behavioouristik. Dalam hal ini kaitan antara teori behaviouristik dengan psikologi pendidikan adalah bagaimana stimulus yang diciptakan pendidik dan bagaimana respon dari anak didik. Oleh karena itu sangatlah penting sebuah pengkondisian pembelajaran yang diciptakan pendidik bagi anak didik untuk mendapatkan ajaran.
         Teori belajar behaviouristik pertama kali dikemukakan oleh Gage dan Barliner. Pada proses belajar di dunia pendidikan kadang-kadang banyak pendidik yang kurang memperhatikan bagaimana respon anak didik terhadap proses pengajaran yang dilakukan. Padahal dalam proses belajar-mengajar suatu kondisi yang kondusif juga diperlukan bagi anak didik. Oleh karenanya sangat penting bagi para pendidik untuk mengetahui pengetahuan psikologis anak didiknya. Selain itu ada hal yang penting berkaitan dengan proses pengajaran yang diberikan, yaitu reinforcement yang diberikan. Para pengajar harus lebih mengetahui kapan harus memberikan reinforcement positive dan kapan harus memberikan reinforcement negative pada
anak didik. Hal ini dilakukan karena dalam pandangan teori behaviouristik sebuah reinforcement akan sangat cukup berpengaruh di dalam pengalaman yang menentukan bagaimana dia berperilaku dalam proses belajarnya.
 

2) Tokoh-Tokoh Dalam Teori Belajar Behaviouristik
 
a) Teori Belajar Koneksionisme Thorndike 
              Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme. Dalam teorinya ini Thorndike mendefinisikan sesuatu yang menjadi dasar proses belajar adalah adanya sebuah asosiasi dari kesan indera(sense impresion) dengan impuls untuk bertindak(impulse to action).
           Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni hukum efek, hukum latihan dan hukum kesiapan. Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon. Hukum efek adalah hukum yang menyatakan bahwa apabila koneksi yang dilakukan mengalami kepuasan maka
akan bertambah, akan tetapi apabila hubungan itu tidak memuaskan akan mengalami pengurangan terhadap respon yang telah dilakukan. Hukum yang kedua adalah hukum latihan. Hukum latihan menerangkan bahwa koneksi-koneksi akan bertambah ataupun berkurang ditentukan dalma proses latihan apakah berhenti atau dilanjutkan, dan proses penggunaan dihentikan atau dilanjutkan. Sedangkan hukum Kesiapan adalah bagaimana seseorang berada dalam suatu kesiapan ataupun ketidaksiapan dalam proses belajar.

b) Teori Belajar Menurut Watson
     Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahanperubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat
diamati dan diukur. Oleh karena Watson lebih memandang bahwa stimulus dan respon yang
terjadi harus dapat dilihat dan di amati dalam hal ini dapat dilakukan observasi. Sehingga watson melakukan penolakan terhadap metode introsfektif, karena dianggapnya tidak ilmiah.

c) Teori Belajar Menurut Clark Hull
     Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon
yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

d) Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
     Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak.

e) Teori Belajar Menurut Skinner
     Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang
kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon
yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku . Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta
memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap
alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

3) Aplikasi Teori Behaviouristik Dalam Pembelajaran
     Aplikasi teori behaviouristik dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Jadi dalam teori ini dijelaskan bahwa pembelajar merupakan objek yang pasif dalam proses belajar. Hal inilah yang menjadi kelemahan dari teori behaviouristik ini dalam proses belajar. Pembelajar dituntut untuk memiliki pengetahuan yang sama seperti apa yang diajarkan pengajar. Hal ini menyebabkan pembelajar tidak dapat mengembangkan potensi dirinya.
     Akan tetapi teori ini masih memiliki manfaat, yaitu pembentukan kedisplinan pada pembelajar. Ilmu pengetahuan yang diberikan pengajar yang sudah terstruktur mengharuskan pembelajar menyesuaikan dengan aturan-aturan yang telah terstruktur tersebut.
»»  READMORE...

Rabu, 24 Agustus 2011

Cerita - cerita Motivasi

Pada kesempatan kali ini saya menyediakan bacaan yang kiranya dapat menjadi sumber inspirasi serta motivasi untuk teman-teman.
Teman-teman silahkan langsung di download saja, Gratis!!! Semoga Bermanfaat.
Download
»»  READMORE...

Kepuasan Kerja

1. Definisi Kepuasan Kerja

v Pada dasarnya kepuasaan kerja adalah hal yang bersifat individual
dimana setiap individual memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda
sesuai dengan system nilai-nilai yang berlaku pada dirinya sendiri.
v Menurut Wexly & Yukl. Kepuasan kerja adalah sebagai “ perasaan
seseorang terhadap pekerjaan”.
v Menurut Vroom, kepuasan kerja dikatakan sebagai refleksi dari job
attitude yang bernilai positif.
v Menurut Hoppeck, adalah penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh
pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya.
v Menurut Blum, merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari
beberapa sikap kusus terhadap factor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri,
dan hubungan sosial individual di luar kerja.
v Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang
menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yag diterima pekerja
dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima.

2. Teori-teori tentang Kepuasan Kerja
Menurut Wexley & Yukl dalam bukunya yang berjudul Organisational Behavior
And Personnel Psychology disebutkan sebagai berikut :
1) Discrepancy Theory
Teori ini dipelopori oleh Porter pada tahun 1961. Porter mengukur
kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang
seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Kemudian Locke ( 1969 )
menerangkan bahwa kepuasan kerja sesorang bergantung pada discrepancy
antara should be dengan apa yang menurut perasaanya telah diperoleh atau
dicapai melalui pekerjaannya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Wanous dan Lawler menemukan bahwa sikap karyawan terhadap pekerjaan
tergantung bagaimana discrepancy itu dirasakan.
Hal ini dapat kita lihat ketika seorang karyawan yang bekerja lembur
dalam melaksanakan tugas. Ketika ia menerima hasil baik berupa ilmu
ataupun gaji. Saat ia merasa adanya ketidaksesuaian antara kerja yang
dilakukannya dengan apa yang diterimanya. Hal ini akan menyebabkan
ketidakpuasan kerja.
2) Equity Theory
Dikembangkan oleh Adams pada tahun 1963. Prinsip dari teori ini
adalah bahwa . Perasaan ini diperoleh orang dengan cara membandingkan
dirinya dengan orang lain yang sekelas ataupun sekantor atau di tempat lain.
Menurut teori ini, elemen-elemen dari equity ada 3 macam yaitu: input-out
comes, comparison person dan equity-inequity. Adapaun kelemahan dari
teori ini adalah kenyataan bahwa kepuasan orang juga ditentukan oleh
individual differences. Selain itu tidak linearnya hubungan antara besarnya
kompensasi dengan tingkat kepuasan lebih banyak bertentangan dengan
kenyataan. Dari hasil penelitian yang dilakukan, kepuasan kerja dengan teori
ini ternyata tercermin dari kesuksesan orang dalam bekerja.
Teori ini lebih berbicara terhadap perasaan persaingan. Karena individu
akan merasakan perbedaan-perbedaan apa yang diterimanya dibandingkan
dengan rekan kerjanya yang lain. Hal inilah yang menyebabkan perasaanperasaan
kepuasaan kerja itu dikaitkan dengan keadilan.
3) Two Factor Theory
Teori ini dikemukakan oleh Herzberg ( 1959 ). Prinsip dari teori ini
adalah bahwa kepuasan kerja dan tidak kepuasan kerja merupakan dua hal
yang berbeda, artinya kepuasan atau tidakpuasan merupakan suatu variable
yang kontinyu. Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi sikap
sesorang terhadap pekerjaanya menjadi 2 kwlompok : Motivator dan
hygiene faktor.
Pada teori ini ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar
pekerjaan (seperti kondisi kerja, upah, keamanan, kualitas pengawasan dan
hubungan dengan orang lain) dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri. Karena
faktor mencegah reaksi negatif dinamakan sebagai hygiene atau
maintainance factors.
Sebaliknya kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan
itu sendiri atau hasil langsung daripadanya seperti sifat pekerjaan, prestasi
dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri
dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja
tinggi dinamakan motivators.
4) Value Theory
Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil
pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang
menerima hasil, akan semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju kepuasan
pada teori ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dengan
yang diinginkan seseorang. Semakiin besar perbedaan, semakin rendah
kepuasan orang.
Value Theory lebih melihat kepada hasil yang diterima oleh pegawai
sebagai hal yang akan mempengaruhi kepuasan pekerjaan. Gaji yang kecil
akan dibandingkan dengan karyawan yang menerima gaji tinggi sebagai
sesuatu yang akan menyebabkan seseorang puas atau tidak puas terhadap
pekerjaan yang dimilikinya.

3. Pengukuran kepuasan kerja
Kepuasan kerja ini ternyata pengukurannya sangat bervariasi, baik dari analisa
statistika maupun pengumpulan datanya. Informasi yang di dapat dari kepuasan
kerja ini bisa melalui tanya jawab secara perorangan, dengan angket ataupun dengan
pertemuan suatu kelompok kerja. Kalau menggunakan tanya jawab ( interview )
sebagai alatnya maka pada karyawan diminta untuk merumuskan tentang
perasaannya terhadap aspek-aspek pekerjaan ( self report ). Cara lain adalah dengan
mengamati sikap dan tingkah laku orang tersebut. Dasar asumsi dari “ self report “
adalah hanya orangnya sendirilah yang paling tahu persis bagaimana perasaannya
terhadap pekerjaan, dan jenis ini sering dipakai banyak orang.
Sulitnya mengetahui perasaan seseorang terhadap pekerjaan menyebabkan kita
harus memahami betul factor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan demikian kita
dapat mengukur kepuasan atau ketidakpuasan kerja seseoarang.

4. Beberapa Faktor tentang Kepuasan Kerja.
Banyak orang mempunyai pendapat bahwa gaji atau upah merupakan faktor
utama adanya suatu kepuasan kerja. Sampai taraf tertentu hal ini memang bisa
diterima, terutama pada negara yang sedang berkembang, uang merupakan suatu
yang vital yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, akan tetapi
kalau dalam suatu masyarakat sudah mampu memenuhi kebutuhan keluarganya
maka gaji atau upah bukan merupakan kebutuhan yang utama.
Menurut Harold E. Burn, mengemukakan tentang beberapa faktor-faktor
yang dapat menimbulakan kepuasan kerja, antara lain yaitu :
1. Faktor hubungan antar karyawan, antara lain :
· Hubungan antara manager dengan karyawan
· Faktor fisis dan kondisis kerja
· Hubungan sosial diantara karyawan
· Sugesti dari teman kerja
· Emosi dan situasi kerja
2. Faktor individual, yaitu yang berhubungan dengan :
· Sikap orang terhadap perkerjaannya
· Umur orang sewaktu bekerja
· Jenis kelamin
3. Faktor-faktor luar (extern), yang berhubungan dengan :
· Keadaan keluarga karyawan
· Rekreasi
· Pendidikan (training, up grading)
Menurut Ghiselli & Brown (1950), mengemukakan lima faktor yang
menimbulkan kepuasan kerja, yaitu :
1. Kedudukan (posisi)
Manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang
lebih tinggi akan merasa lebih punya daripada mereka yang mempunyai
pekerjaan yang lebih rendah.
2. Pangkat (golongan)
Apabila ada kenaikan gaji atau upah maka sedikit banyaknya akan dianggap
sebagai kenaikan pangkat, dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru
akan merubah perilaku dan perasaan orang tersebut.
3. Umur
Adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan umur. Seseorang dianatara
umur 25-34 tahun dan umur 40-45 tahun merupakan umur-umur yang bisa
menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan.
4. Jaminan finansiel dan jaminan sosial
Masalah finansiel dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap
kepuasan kerja.
5. Mutu pengawasan
Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang
baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan merasa bahwa
dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja.
Menurut Blum (1956), mengemukakan beberapa faktor yang menimbulkan
kepuasan kerja, yaitu :
1. Faktor individual
Meliputi umur, kesehatan, watak dan harapan
2. Faktor sosial
Meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan
berekreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik dan hubungan
kemasyarakatan.
3. Faktor utama dalam pekerjaan
Meliputi upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan
untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial
didalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia,
perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi maupun tugas.
Menurut Gilmer (1966), mengemukakan beberapa faktor yang menimbulkan
kepuasan kerja, yaitu :
1. Kesempatan untuk maju
Menjelaskan tentang ada atau tidaknya kesempatan untuk memperoleh
pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.
2. Keamanan kerja
Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi
karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang aman mempengaruhi perasaan
karyawan selama kerja.
3. Gaji
Gajian lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, jarang orang
mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang
diperolehnya.
4. Perusahaan dan manajemen
Perusahaan dan manajeman yang baik adalah yang mampu memberikan
situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan
kerja karyawan.
5. Pengawasan
Bagi karyawan, supervisor dianggap sebagai figur ayah dan sekaligus
atasannya. Supervisis yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over.
6. Faktor intrisisk dari pekerjaan
Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu. Sulit
dan mudahnys serta kebanggaan akan tugas akan meningkatkan atau
mengurangi kepuasan.
7. Kondisis kerja
Meliputi kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat parkir.
8. Aspek sosial dalam perkerjaan
Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai
faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja.
9. Komunikasi
Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak
dipakai alasan untuk menyukai jabatannya.
10. Fasilitas
Meliputi fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan
standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Caugemi dan Claypool (1978),
menemukan bahwa hal-hal yang menyebabkan rasa puas dalam pekerjaan adalah :
prestasi, penghargaan, kenaikan jabatan dan pujian, sedangkan faktor-faktor yang
menyebabkan ketidakpuasan adalah : kebijaksanaan perusahaan, supervisor, kondisi
kerja dan gaji.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang kepuasan kerja maka dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah :
1. Faktor psikologik, yang menrupakan faktor yang berhubungan dengan
kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam keja, sikap
terhadap kerja, bakat dan keterampilan.
2. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial
baik antara sesama karyawan, dengan atasan maupun karyawan yang berbeda
jenis pekerjaannya.
3. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, yang meliputi jenis pekerjaan,
pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan
ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisis kesehatan karyawan,
umur dsb.
4. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta
kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan
sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dsb.

 
5. Pengaruh yang di Akibatkan Oleh Kepuasan Kerja
1. Terhadap Produktivitas
Orang berpendapat bahwa produktivitas dapat dinaikkan dengan
meningkatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja mungkin merpakan akibat dari
produktivitas atau sebaliknya. Produktivitas yang tinggi menyebabkan
peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan
bahwa apa yang telah dicapai perusahaan sesuai dengan apa yang mereka
terima (gaji/upah) yaitu adil dan wajar serta diasosiasikan dengan performa
kerja yang unggul. Dengan kata lain bahwa performansi kerja menunjukkan
tingkat kepuasan kerja seorang pekerja, karena perusahaan dapat mengetahui
aspek-aspek pekerjaan dari tingkat keberhasilan yang diharapkan.
2. Ketidakhadiran (Absenteisme)
Menurut Porter dan Steers, ketidakhadiran sifatnya lebih spontan dan
kurang mencerminkan ketidakpuasan kerja. Tidak adanya hubungan antara
kepuasan kerja dengan ketidakhadiran. Karena ada dua faktor dalam perilaku
hadir yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk hadir.
Sementara itu menurut Wibowo (2007:312) antara kepuasan dan
ketidakhadiran/kemangkiran menunjukkan korelasi negatif. Sebagai contoh
perusahaan memberikan cuti sakit atau cuti kerja dengan bebas tanpa sanksi
atau denda termasuk kepada pekerja yang sangat puas.
3. Keluarnya Pekerja (Turnover)
Sedangkan berhenti atau keluar dari pekerjaan mempunyai akibat ekonomis
yang besar, maka besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan
kerja. Menurut Robbins (1998), ketidakpuasan kerja pada pekerja dapat
diungkapkan dalam berbagai cara misalnya selain dengan meninggalkan
pekerjaan, mengeluh, membangkang, mencuri barang milik
perusahaan/organisasi, menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan
mereka dan lainnya.
4. Respon terhadap Ketidakpuasan Kerja
Ada empat cara tenaga kerja mengungkapkan ketidakpuasan Robbins
(2003):
a. Keluar (Exit) yaitu meninggalkan pekerjaan termasuk mencari pekerjaan
lain.
b. Menyuarakan (Voice) yaitu memberikan saran perbaikan dan
mendiskusikan masalah dengan atasan untuk memperbaiki kondisi.
c. Mengabaikan (Neglect) yaitu sikap dengan membiarkan keadaan menjadi
lebih buruk seperti sering absen atau semakin sering membuat kesalahan.
d. Kesetiaan (loyality) yaitu menunggu secara pasif samapi kondisi menjadi
lebih baik termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar.
»»  READMORE...

Selasa, 23 Agustus 2011

"BORDERLINE PERSONALITY DISORDER”


1. Pengertian “Borderline Personality Disorder”

Borderline Personality merupakan gangguan psikologis yang terjadi diakibatkan
ketidaklabilan suasana hati si penderita di ikuti dengan serangan depresi, kecemasan,
atau kemarahan yang sangat frekuen dan kadang-kadang tidak masuk akal. Lebih
detailnya Gangguan kepribadian borderline merupakan gangguan kepribadian dalam
menjalin hubungan dengan orang lain, mengenal perasaan-perasaan sendiri, dan
kegagalan dalam mengontrol emosi dan perilaku yang disebabkannya. Masalah yang
paling menonjol pada penderita gangguan kepribadian ini adalah adanya dorongan
impuls bunuh diri atau perilaku-perilaku untuk mencelakakan diri sendiri.
Bentuk seperti ketidakstabilan mood, cara berpikir yang kurang jelas, ketidakstabilan
dalam mempertahankan hubungan interpersonal, gambaran diri, emosi dan perilaku
merupakan gangguan nyata pada gangguan keperibadian ini. Akibat yang paling besar
dari bentuk perilaku ini adalah dampaknya pada lingkungan sosial si penderita.
Gangguan kepribadian ini disebut sebagai gangguan kepribadian ambang(Borederline)
dikarenakan berada diantara perbatasan antara gangguan neourotik dan schizofrenia.
Gangguan ini biasa terjadi pada masa dewasa awal atau remaja dan kebanyakan terjadi
pada wanita.

»»  READMORE...

Sabtu, 21 Agustus 2010

Perilaku Homoseksual di Masyarakat

Awalnya suatu perilaku abnormal dianggap masyarakat sebagai sebuah gangguan. Akantetapi dalam kurun waktu akhir Tahun 80-an perilaku abnormal tidak lagi dipermasalahkan,
masyarakat lebih berpikir kepada hal-hal yang menyebabkan terjadinya perilaku abnormal. Pada kasus
perilaku homoseksual yang menjadi perbincangan di dalam masyarakat tentang penyebab seseorang
melakukan tindakan homoseksual dengan diikuti berbagai pertanyaan apakah perilaku itu merupakan
suatu tindakan yang alami dari sejak lahir(takdir) ataukah ada penyebab lain, atau pertanyaan tentang
bagaimana cara mengantisipasi perilaku abnormal yang satu ini. Dari pertanyaan ini timbullah
berbagai macam pernyataan menanggapi penyebab terjadinya perilaku homoseksual ini. Mulai dari
pernyataan yang menjelasakan keterkaitan perkembangan si anak di masa kecilnya sampai dengan
pengaruh tempat lingkungan sekitarnya.
Dalam Perkembangan anak di masa kecil di jelaskan hal yang menyebabkan si anak tergerak
untuk berperilaku homoseksual, seperti si anak yang menganggap figure ayah atau ibunya paling
sempurna atau terbaik. Pada kasus ini si anak yang menyukai figure salah satu orang tuanya akan
tetapi berbeda dari kodrat yang ada pada dirinya merasa kurang sesuai dengan dirinya. Di dalam
nalurinya terdapat penolakan atas kodrat yang terdapat pada dirinya. Kemungkinan yang lain adalah
kurangnya salah satu figure orang tua yang menyebabkan dalam diri anak bercampur baur antara
identitas laki-laki dan perempuan.

»»  READMORE...

Jumat, 20 Agustus 2010

Psikologi Klinis

1) Pengertian Psikologi Klinis dari Berbagai Sumber

a) Psikologi klinis adalah salah satu cabang psikologi yang berguna untuk
menafsirkan kebutuhan seseorang,problem seseorang dan berusaha mencari jalan
keluarnya.biasanya psikologi klinis ini banyak digunakan dalam berbagai macam
kasus yang dianggap berat.jadi Psikologi Klinis ini sangat berguna untuk
menolong orang yang menderita berbagai macam kesulitan hidup.(Sobur Alex
Drs. M.Si, Psikologi Umum, Pustaka Setia Bandung 2003)

b) Psikologi Klinis adalah sub-area ( suatu bagian ) dari anggota psikologi yang
kegiatannya adalah melakukan penelitian terhadap perilaku manusia.(Create
Indonesian community of psychology studies, psikologinet.com)

c) Psikologi Klinis adalah gangguan psikologi yang meganggu keadaan fisik
seseorang yang diakibatkan oleh gangguan psikis jiwa.(Budi 1684’s Weblog,
wordpress.com)

d) The field of Clinical Psychology integrates science, theory, and practice to
understand, predict, and alleviate maladjustment, disability, and discomfort as
well as to promote human adaptation, adjustment, and personal development.
(American Psychological Association, Division 12 of Society ClinicalPsychology)

e) Clinical psychology includes the scientific study and application of psychology
for the purpose of understanding, preventing, and relieving psychologically-based
distress or dysfunction and to promote subjective well-being and personal
development.(Plante, Thomas. (2005). Contemporary Clinical Psychology)

2) Kesimpulan(Kata Kunci)

Psikologi Klinis merupakan ilmu yang mempelajari dan memahami perilaku manusia.
Dengan pengetahuan itu mencoba untuk membantu manusia dalam menghadapi
persoalan-persoalan yang terjadi dalam kehidupananya. Agar manusia dapat
memaksimalkan kemampuan untuk berinteraksi dan berbaur di dalam lingkungannya.
Selain itu psikologi klinis juga membantu manusia dalam menghadapi berbagai
macam tekanan psikologis yang didapat seseorang dari dampak permasalahan yang
diterimanya.

3) Penelitian Psikologi Klinis

Hasil Penelitian: Mengamati perilaku kehidupan anak yang kurang mendapat
kasih sayang orang tua.
Analisis Penelitian: Para orang tua merasa dengan memberikan anaknya
kebutuhan harta saja sudah cukup bagi mereka. Mereka bekerja satu hari penuh
di pekerjaannya dengan pikiran bahwa mereka bekerja untuk anak-anak
mereka. Padahal hal itu belum cukup bagi anak-anak, ialah kasih sayang yang
merupakan suatu hal yang sangat mereka butuhkan bagi perkembangan mereka.
Anak-anak dengan orang tua yang sibuk bekerja cenderung melakukan hal-hal
yang negative. Ini dikarenakan mereka ingin mendapatkan perhatian dari kedua
orang tua mereka. Bagi anak-anak yang kurang perhatian, mereka akan mencari
suatu bentuk perhatian dari orang lain di luar. Mereka tidak lagi bisa
membedakan yang mana yang baik dan buruk. Suatu kesunyian dan perasaan
kesendirian mengakibatkan mereka melakukan hal-hal yang menyimpang. Oleh
sebab itu seharusnya para orang tua lebih bijak dalam mengatur waktu antara
pekerjaan dan waktu untuk berinteraksi dengan anak. Dengan begitu akan
terjalin suatu hubungan yang harmonis yang dapat memberikan anak suatu
pengetahuan bahwasanya mereka memiliki orang tua yang menyayangi dan
memperhatikan mereka.
èAlasan Pengambilan Penelitian: Dalam psikologi klinis tentulah perilaku yang
diakibatkan anak-anak kurang kasih sayang ini sebagai suatu perilaku harus
diamati dan dicari akar permasalahannya. Bukan lagi menjadi suatu hal yang
rahasia apabila banyak anak-anak melakukan perbuatan menyimpang
dikarenakan kurangnya perhatian dan kasih sayang kedua orang tuanya. Dalam
psikolgi klinis tentunya mempelajari dampak yang akan di dapat anak dari
perilaku orang tuanya yang sibuk bekerja ini. Hal ini menyangkut tekanan
psikologis yang akan diterima si anak, ataupun kecemasan-kecemasan yang
disebabkan oleh kurangnya rasa aman yang diberikan orang tuanya. Dengan
demikian diharapkan psikologi klinis dapat membantu, baik anak-anak maupun
orang tuanya dengan cara memberikan terapi-terapi sesuai dengan dampakdampak
yang ditimbulkan oleh perilaku yang ada.
»»  READMORE...